Rabu, 24 April 2024

Pemerintah Jangan Membuat Kesenjangan Layanan Kesehatan Produksi

- Selasa, 29 Juni 2021 | 15:31 WIB
DISKUSI VIRTUAL: Penanggung Jawab Pertemuan Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dan Rutgers WPF Indonesia saat memaparkan masalah terkait KB-KR secara daring, Sabtu (26/06/2021).
DISKUSI VIRTUAL: Penanggung Jawab Pertemuan Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dan Rutgers WPF Indonesia saat memaparkan masalah terkait KB-KR secara daring, Sabtu (26/06/2021).

JAKARTA-Pemerintah Indonesia disarankan dapat mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Caranya, jangan ada lagi kesenjangan layanan kesehatan produksi (kespro) antara desa dan kota.

”Harus mempersempit kesenjangan desa kota,” kata Maternal Health Programme Analyst UNFPA dr Elvira Liyanto.

Ia mengatakan, pemerintah perlu memastikan penyediaan layanan kespro berkualitas yang dapat menjangkau semua orang. Dalam penelitiannya, terungkap tren 2012-2017 untuk indikator Keluarga Berencana (KB) juga kurang menunjukkan hasil bermakna. Sedangkan tren 2012-2017 indikator kesehatan ibu memperlihatkan kesenjangan yang besar.

”Tetapi kelompok miskin di perkotaan memperlihatkan tren yang lebih baik dari yang di pedesaan,” jelasnya.

Bahkan, hingga kini akses informasi mengenai pelayanan Keluarga Berencana-Kesehatan Reproduksi (KB-KR) masih minim. Hal ini dibenarkan Profesor dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Meiwita Budhiharsana.

”Masih kurangnya akses informasi tersebut,” kata wanita yang juga menjabat sebagai penanggung jawab komite ilmiah ini.

Prof Meiwita mengatakan, dalam pertemuan ilmiah ini akan memantau seberapa jauh program KB sudah memenuhi hak perempuan. Termasuk kesempatan mereka mendapatkan informasi sebelum memutuskan memilih alat kontrasepsi yang sesuai serta memberi persetujuan (informed consent) untuk dipasangi alat kontrasepsi.

”Kami melihat ada titik cerah kemajuan namun masih sangat lambat,” tambahnya.

Pakar Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada Prof Siswanto Agus Wilopo menyarankan perlu adanya akses dalam pelayanan KB. Termasuk pentingnya mempertimbangkan lokasi pelayanan, tetapi dalam hal ini jelas BPJS sangat berkontribusi.

”Sebaiknya peserta BPJS betul-betul dijamin pembiayaannya,” tuturnya.

Masyarakat perlu diberi kemudahan untuk bisa mengakses layanan ini. Akses ini terkait determinan dan karakteristik dari lingkungan atau aspek suplai terhadap pencapaian kualitas pelayanan dan mengurangi penghalang untuk mendapatkan layanan tersebut

”Demi mencapai kualitas layanan perlu memperhatikan tentunya pelayanan itu, mendapatkan kontrasepsi, dan melanjutkan penggunaan kontrasepsi,” terangnya.

Untuk itu sangat perlu sekali adanya pertukaran informasi dan konseling. Direktur Program Pilihanku John Hopskins Center for Communication Program Yunita Wahyuningrum menerangkan tentang dampak konseling Strategi Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) terhadap tingkat keberlanjutan penggunaan metode KB.

Menurutnya, terdapat perbedaan signifikan proses konseling dan konten konseling yang diberikan antara petugas yang terlatih SKB KB dan tidak terlatih. Khususnya pada tahapan konseling, materi konseling SKB dan alat bantu yang digunakan. Metode SKB KB membantu petugas kesehatan lebih terstruktur dalam melakukan konseling dengan menggunakan alat bantu yang memadai.

”Kami melihat ada perbedaan signifikan terhadap keberlanjutan penggunaan metode KB. Dimana persentase putus klien yang menerima konseling dengan SKB KB (8,2 persen) tiga kali lebih rendah dibandingkan dengan klien yang tidak menerima konseling dengan SKB KB (29,2 persen),” kata dia.

Perwakilan Rutgers WPF Indonesia Amala Rahmah mengatakan, Rutgers dibawah program Yes I Do bekerja sama dengan PKK saat programnya berjalan untuk mendorong KB-KR ini. Istri kepala daerah memiliki bargain position yang cukup tinggi untuk menggerakkan sistem yang ada di daerah. Namun ini belum secara massif dilakukan karena kebanyakan kepada kader puskesmas, dan kader bidan yang ada di desa-desa.

”Memang efeknya sangat terasa ketika perempuan diberikan ruang untuk menggerakkan sistem yang ada di desa, kecamatan, dan kabupaten. Untuk itu kami percaya kepemimpinan perempuan ini utama sekali,” imbuhnya.

Semua pemaparan ini terungkap pada kegiatan Pertemuan Ilmiah Nasional Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Dengan tema Memperkuat Kebijakan dan Strategi Implementasi Program KB-KR Berdasarkan Data Kajian Ilmiah. Kegiatan ini kerja sama Pusat Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta bersama Rutgers WPF Indonesia dan didukung Konsorsium A Champion of Indonesia Family Plannning and Reproductive Health. Kegiatan diselenggarakan secara daring selama 28-30 Juni 2021. (nur/adv/r10)

Editor: Baiq Farida

Tags

Terkini

KKP Sesuaikan Harga Patokan Pemanfaatan Jenis Ikan

Sabtu, 30 Maret 2024 | 17:50 WIB

UU Desa Disahkan, Kapan Mulai Berlaku?

Sabtu, 30 Maret 2024 | 14:00 WIB
X